Oleh: IHYA
ULUMUDDIN, S.Pd.I
Pengajar Bid.
Study Al-Qur’an Hadits di MTs. Attaqwa 16 Kota Bekasi
Dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan
nasional, pemerintah khususnya melalui Depdiknas terus menerus berupaya
melakukan berbagai perubahan dan pembaharuan sistem pendidikan. Salah satu upaya yang sudah dan sedang dilakukan, yaitu
berkaitan dengan faktor guru. Lahirnya Undang-Undang No. 14 tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen dan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan, pada dasarnya merupakan kebijakan pemerintah yang di
dalamnya memuat usaha pemerintah untuk menata dan memperbaiki mutu guru di
Indonesia.[1] Michael
G. Fullan yang dikutip oleh Suyanto dan Djihad Hisyam (2000) mengemukakan bahwa
“educational
change depends on what teachers do and think…”. Pendapat tersebut
mengisyaratkan bahwa perubahan dan pembaharuan sistem pendidikan sangat
bergantung pada “what
teachers do and think “. atau dengan kata lain bergantung pada
penguasaan kompetensi guru.[2]
Jika kita amati lebih jauh tentang realita
kompetensi guru saat ini agaknya masih beragam. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja
guru belum sepenuhnya ditopang oleh derajat penguasaan kompetensi yang memadai,
oleh karena itu perlu adanya upaya yang komprehensif guna meningkatkan
kompetensi guru.
Dikatakan demikian, karena untuk memperbaiki
dan meningkatkan mutu pendidikan serta pengajaran di sekolah umumnya, dan di madrasah khususnya. Maka itu mutlak dimulai dari kualitas gurunya di dalam mengajar, mulai dari bacaan sang
guru hingga karya tulisnya. Hal ini sesuai dengan pendapat yang
dikemukakan oleh Mahmud Yunus, bahwa :
“ Kalau
kita hendak memperbaiki pendidikan dan pengajaran di Indonesia, maka tidak ada
jalan lain melainkan dengan memperbaiki para guru, serta mempersiapkan guru di
sekolah guru (Fakultas Tarbiyah atau FKIP) ” [3]
Sedangkan secara moral, guru haruslah berkepribadian
baik dan patuh pada ajaran agama serta menjunjung tinggi moral dan etika. Sehingga peserta didik dengan tulus akan
mematuhi ajaran yang disampaikannya karena ia juga telah mengamalkannya.
Dalam Islam menjadi seorang guru adalah tugas
yang teramat mulia, bila ia mampu menguasai bidang yang
diajarkannya. Namun sebaliknya, bila ia tidak mampu mengajar dengan penuh
tanggung jawab, dan kurang mampu menguasai mata pelajarannya, yang mungkin terjadi akibat sang guru mengalami rabun
dalam membaca sehingga membuat sang guru tersebut akan lumpuh dalam menulis,
dengan kata lain akan menjadi guru tulalit dan gaptek yang akan
berdampak pada beban moral dan profesi yang di embannya.
Untuk
itu, pada prinsipnya menjadi guru bukanlah pekerjaan yang mudah, tetapi membutuhkan
keterampilan, menguasai medan juang, banyak bacaannya, dan keahlian mumpuni serta
kejujuran yang mendalam. Karena profesinya sebagai pemimpin dan agen perubahan di
dalam kelas tersebut akan dipertanggung jawabkannya di hadapan Allah SWT kelak.
Dalam lembaga pendidikan, guru wajib dipatuhi dan ditaati oleh segenap siswa di
sekolah maupun madrasah, sebab patuh terhadap pemimpin merupakan perintah Allah
SWT Tuhan Yang Maha Kuasa yang harus dipatuhi.
Hal ini dapat dilihat di dalam Al-Qur’an surat
An-Nisa ayat 59 yang artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah
dan Rasul-Nya dan pemimpin-pemimpin diantara kamu…” (Q.
S. An-Nisa: 4 ayat 59) [4]
Dengan adanya kompetensi dan kreatifitas
membaca-menulis sang guru dalam mengajarkan mata pelajaran yang diajarkannya, maka
secara langsung akan menarik minat belajar siswa di dalam mempelajari mata
pelajaran yang diajarkannya. Adapun kompetensi guru mata pelajaran tersebut
adalah mereka yang telah memenuhi persyaratan keguruan, seperti berasal dari
berbagai Institut Perguruan Negeri maupun Swasta dari Fakultas Tarbiyah atau
Fakultas Pendidikan.
Untuk
mewujudkan tujuan-tujuan di atas maka diperlukan sebuah tindakan profesional
yang terdiri dari langkah-langkah konkret oleh pelaksana kebijakan, yakni pemerintah
sebagai penanggungjawab utama masa depan bangsa.
Menurut Undang-undang Guru dan Dosen, guru
merupakan pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengerahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan anak usia dini melalui jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan
pendidikan menengah.[5]
Guru memang menempati
kedudukan yang terhormat di masyarakat. Kewibawaanlah yang menyebabkan guru
dihormati dan disegani, sehingga masyarakat tidak meragukan lagi figur guru,
masyarakat yakin bahwa gurulah yang dapat mendidik anak didik mereka agar
menjadi orang yang berkepribadian mulia.
Dengan kepercayaan yang
diberikan masyarakat, maka dipundak guru diberikan tugas tanggung jawab yang
besar dan berat. Tapi lebih berat lagi mengemban tanggung jawab. Sebab tanggung
jawab guru tidak hanya sebatas dinding sekolah, tetapi juga luar sekolah. Pembinaan
yang harus diberikan pun tidak hanya secara kelompok, tetapi juga secara
individual. Hal ini mau tidak mau menuntut guru agar selalu memperhatikan kompetensi, kualitas skill, kualitas membaca, dan
kualitas menulis, agar dapat menghasilkan output pendidikan yang berkualitas
dan siap bersaing di era baru.
Karena itu tepatlah apa
yang dikatakan oleh Drs. N.A Ametembun, bahwa guru adalah semua yang berwenang
dan bertanggung jawab terhadap murid baik secara individual ataupun kelompok,
baik di sekolah maupun di luar sekolah.[6]
Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa guru adalah semua orang yang berwenang dan bertanggung jawab
untuk membimbing dan membina anak didik baik secara individual maupun kelompok
di sekolah maupun di luar sekolah.
Keberhasilan proses belajar mengajar yang
dilakukan oleh guru tidak terlepas dari tingkat kompetensi guru dalam
melaksanakan tugas yang diembannya. Kemampuan
yang harus di miliki guru telah di sebutkan dalam peraturan pemerintah
RI No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 28 ayat 3 yang berbunyi.
Kompetensi sebagai syarat pembelajaran pada
jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi:
a.
Kompetensi
pedagogik
b.
Kompetensi kepribadian
a.
Kompetensi
profesional
b.
Kompetensi sosial.[7]
Untuk lebih jelas, berikut penulis mencoba
mendeskripsikan secara singkat empat macam kemampuan yang mutlak harus dikuasai
oleh seorang guru bidang studi.
a.
Kompetensi
Pedagogik
Adalah kemampuan guru dalam
mengajar, sesuai peraturan pemerintah RI No. 19 Tahun 2005
tentang standar nasional pendidikan di
jelaskan kemampuan ini meliputi "kemampuan mengelola pembelajaran yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik,
perancangan dan pelaksanaan pembelajaran,
evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang
dimilikinya.[8]
Kompetensi pedagogik ini berkaitan pada saat
guru mengadakan proses belajar mengajar di
kelas. Mulai dari membuat skenario pembelajaran memilih metode, media, juga alat evaluasi bagi anak didiknya. Karena bagaimanapun dalam proses belajar mengajar sebagian besar hasil
belajar peserta didik di tentukan oleh
peranan guru. Guru yang cerdas dan kreatif serta rajin membaca dan tidak alergi
menulis akan
mampu menciptakan
suasana belajar yang efektif dan efisien, sehingga pembelajaran tidak berjalan
sia-sia.
Suryo Subroto mengatakan
bahwa yang dimaksud kinerja guru dalam proses
belajar mengajar adalah "kesanggupan atau kecakapan para guru dalam menciptakan
suasana komunikasi yang edukatif antara guru dan peserta didik yang mencakup segi kognitif, afektif, dan
psikomotorik sebagai upaya mempelajari
sesuatu berdasarkan perencanaan sampai dengan tahap evaluasi dan tindak lanjut agar tercapai tujuan pengajaran.[9]
Jadi kompetensi pedagogik
ini berkaitan dengan kemampuan guru dalam proses
belajar mengajar yakni persiapan mengajar yang mencakup merancang dan melaksanakan
skenario pembelajaran, memilih metode, media, serta alat evaluasi bagi anak didik agar tercapai tujuan pendidikan
baik pada ranah kognitif, afektif, maupun psikomotorik siswa.
b.
Kompetensi
Kepribadian
Guru memerlukan kepribadian yang unik,
kepribadian guru ini meliputi kemampuan kepribadian yang mantap, stabil,
dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak
mulia.[10]
Seorang guru harus mempunyai peran ganda peran
tersebut diwujudkan sesuai dengan situasi dan
kondisi yang di hadapi.
Adakalanya
guru harus berempati pada siswanya dan adakalanya guru harus bersikap kritis. Berempati maksudnya guru harus
dengan sabar menghadapi keinginan siswanya
juga harus melindungi dan melayani siswanya tetapi di sisi lain guru juga harus bersikap tegas jika ada
siswanya berbuat salah.
Menurut Moh. Uzer Usman
kemampuan keperibadian guru meliputi hal-hal
berikut:
1.
Mengembangkan
kepribadian
2.
Berinteraksi
dan berkomunikasi
3.
Melaksanakan
bimbingan dan penyuluhan
4.
Melaksanakan
administrasi pendidikan
Keperibadian guru penting
karena guru merupakan cerminan perilaku bagi para siswanya.
c. Kompetensi Profesional
Pekerjaan seorang guru adalah merupakan suatu profesi yang
tidak bisa di lakukan oleh sembarang orang.
Profesi adalah pekerjaan yang memerlukan keahlian khusus dan biasanya di
buktikan dengan sertifikasi dalam bentuk ijazah. Profesi guru ini memiliki prinsip yang di jelaskan dalam Undang-undang
Guru dan Dosen No. 14 Tahun 2005
sebagai berikut :
1.
Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme
2.
Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan,
keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia
3.
Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang
pendidikan sesuai dengan bidang tugas
4.
Memiliki kompetensi yang di perlukan sesuai dengan bidang
tugas
5.
Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas
keprofesionalan
6.
Memperoleh penghasilan yang di tentukan sesuai dengan
perestasi kerja
7.
Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan
secara berkelanjutan dengan sepanjang hayat
8.
Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan
tugas keprofesionalan
9.
Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan
yang mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.[12]
Berbicara tentang profesionalisme, maka akan lebih jelas
diketahui terlebih dahulu maksud dari kata
profesi itu sendiri, menurut Oemar Hamalik mengutip pendapat Sikun Pribadi yang
berpendapat bahwa "Profesi itu pada dasarnya adalah pernyataan terbuka, bahwa seseorang akan mengabdikan
dirinya kepada suatu jabatan atau
pekerjaan dalam arti biasa, karena orang tersebut merasa terpanggil untuk menjabat pekerjaan itu.[13]
Menurut Lutfi, sebagaimana dikutip oleh Ahmad
Tafsir dalam bukunya "Ilmu
Pendidikan dalam perspektif Islam" menyatakan bahwa:
Seorang disebut memiliki profesi bila ia
memenuhi kriteria profesi yang harus mengandung keahlian, profesi dipilih
karena panggilan hidup dan dijalani sepenuh
hati, profesi memiliki teori-teori yang baku secara universal, profesi adalah untuk masyarakat bukan untuk diri sendiri,
profesi harus dilengkapi dengan kecakapan
diagnostik, dan kompetensi aplikatif Pemegang profesi memiliki otonomi
dalam melakukan tugas profesinya, profesi mempunyai kode etik dan profesi harus mempunyai klien yang jelas[14]
Dari penjelasan di atas, maka pengertian guru profesional
adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus
dalam bidang keguruan sehingga ia mampu
melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal atau dengan kata lain, guru profesional
adalah orang yang terdidik dan terlatih
dengan baik, serta memiliki pengalaman yang kaya.
Guru
yang profesional memiliki 3 ciri utama, yaitu :
1.
Ahli (empent) dalam mengajar dan mendidik.
2.
Tanggung jawab dalam melaksanakan tugas.
3.
Memiliki rasa kesejawatan.[15]
Sedangkan yang dimaksud
kompetensi profesional guru adalah kemampuan guru dalam penguasaan
akademik (mata pelajaran) yang diajarkan dan
terpadu dengan kemampuan mengajarnya sekaligus, sehingga guru tersebut memiliki kewibawaan akademis.
Kompetensi
peofesionalisme guru tersebut meliputi :
1.
Menguasai
bahan
2.
Mengelola
program belajar mengajar
3.
Mengelola
kelas
4.
Menggunakan
sumber media pengajaran
5.
Menguasai landasan kependidikan
6.
Mengelola
interaksi belajar mengajar
7.
Menilai
prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran
8.
Mengenal fungsi dan program pelayanan bimbingan dan
penyuluhan
9.
Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah
10. Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan
hasil-hasil penelitian pendidikan guna
keperluan pengajaran.[16]
Kompetensi profesionalisme guru penting dalam
hubungannya dengan kegiatan belajar-mengajar
dan hasil-belajar
siswa karena proses belajar mengajar dan
hasil belajar yang diperoleh siswa tidak hanya ditentukan oleh kepala sekolah, pola dan struktur serta isi kurikulumnya akan
tetapi juga ditentukan oleh kemampuan
guru yang mengajar dalam membimbing siswanya.
Jadi, kompetensi profesional guru dapat
diartikan sebagai sesuatu yang menggambarkan kemampuan seorang guru, yaitu
kemampuan secara kualitas yang dapat
digunakan dalam melaksanakan kewajiban-kewajibannya (profesi keguruan) secara bertanggung jawab dan layak.
d. Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial berkaitan dengan kemampuan
dini dalam menghadapi orang lain. Dalam
peraturan pemerintah RI No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan di jelaskan kompetensi sosial adalah kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi
dan bergaul secara efektif dengan
peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua peserta didik, dan masyarakat sekitar. Kemampuan yang
harus dimilki seorang guru adalah
sebagai berikut :
1.
Terampil
berkomunikasi dengan siswa
2.
Bersikap simpatik
3.
Dapat
bekerjasama dengan BP3
4.
Pandai bergaul dengan kawan sejawat dan mitra pendidikan.
Jadi kesimpulannya, bahwa
guru sebagai makhluk yang dibekali potensi kemampuan
tertentu untuk mengaplikasikan dan mengembangkan kemampuan tersebut diperlukan suatu latihan dan
pendidikan,
serta kualitas membaca dan menulisnya. Dikatakan guru yaitu, apabila ia mampu, memiliki
kompetensi dan profesionalisme dalam dirinya,
dan bidang pekerjaannya. Karena
tugas atau profesi guru adalah sebagai seorang yang profesional, maka mutlak ia
harus memiliki kriteria kemampuan dasar sebagaimana yang dijelaskan di atas serta dapat membunuh rabun
terhadap membaca yang mengakibatkan seorang guru akan lumpuh dalam menulis
(miskin kreatifitas dan karya).
IUE-BM83
Bekasi, 26 Nopember 2012
[1] Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. http://www.depdiknas.go.id/ inlink, di
download pada hari Sabtu, 4 Juli 2009 jam 21.00 WIB.
[2] Suyanto dan Djihad Hisyam. Refleksi dan Reformasi Pendidikan Indonesia
Memasuki Millenium III, 2000, Adi Cita, Yogyakarta,
hal. 23
[3] Prof. Mahmud Yunus, Pokok-pokok Pendidikan dan Pengajaran, 1978, (Hidakarya Agung, Jakarta), hal. 22
[4] Depag
RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta : Yayasan Penyelenggara
Peterjemah Al-Qur’an, 1992), hl. 87
[6] Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam interaksi edukatif : suatu Pendekatan
Teoritas Psikologis, (Jakarta
: Rineka Cipta, 2005) Edisi Revisi, h. 32
[7] Peraturan Pemerintah
RI No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan (Jakarta: BP. Cipta Jaya, 2005), h. 16
[8] Peraturan Pemerintah RI
No.19 tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan (Jakarta:
BP. Cipta Jaya, 2005), h. 67
[10] Peraturan Pemerintah RI
No.19 tahun 2005. loc. cit, h. 67
[11] Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung:
Remaja Rosda Karya, 2005). Cet. Ke-17, h. 16-17
[12] Undang-Undang No. 14
Tahun 2005, Tentang Guru dan Dosen,
(Jakarta: Transmedia Pustaka, 2007). Cet. Ke-1,
h. 6
[13] Oemar Hamalik, Pendidikan Guru Berdasarkan Pendidikan
Kompetensi, (Jakarta Bumi Aksara, 2006). Cet, ket-4, h. 1
[14] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung:
Remaja Rosda Karya, 2007). Cet. Ke-7, h. 107.
[15] Sehertian dan Mataheru, Prinsip dan Teknik Supervisi Pendidikan, (Surabaya:
Usaha Offset, 1985). Cet.
Ke-3, h. 311
[16] Piet Sahertian dan Ida Aleida Sahertian, Supervisi Pendidikan dalam Rangka Inservice
Education, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990). Cet. Ke-I, h. 5
Tidak ada komentar:
Posting Komentar