Suara Bocah Bekasi

Kamis, 26 April 2012

KARUNIA TERINDAH



AWAL MENGENAL SOSOK SUAMIKU

          Aku masih terdiam. Tangan kanan ku masih menggenggam brosur dengan tulisan “LOMBA MENULIS SEJARAH KH.NOER ALIE PAHLAWAN NASIONAL ASAL BEKASI”. Aku melirik kedua temanku, Rianti dan Mumun yang sedang berbincang di pendopo saat jam kursus mengetik dibatalkan. Aku berjalan menuju kedua temanku dan aku menunjukkan brosur kepada mereka.
“mengikuti lomba ini adalah ide yang bagus, bukan ?” kata ku sambil tersenyum. Kedua temanku masih terdiam sambil membaca brosur yang aku berikan.
“kita bertiga maksud ente ?” tanya Rianti dengan wajah yang sedikit kaget.
“iya kita bertiga, mau ?” kataku
“tapi gimana caranya ?” ternyata Mumun masih bingung.
“mudah kok, di brosur ini ada nomer telvon panitia yang bisa kita hubungin untuk


bertanya, gimana ?” aku masih keukeuh  untuk membujuk kedua temanku.
“yaudah boleh deh, ana bantuin ente aja yah, nida.” Kata Rianti.
          Rencana aku dan kedua temanku adalah menghubungi salah satu panitia lomba menulis itu pada Hari Minggu pagi.
“ayo cepat wartelnya sudah buka, nanti kalo siang pasti ngantri.” Ucap Rianti dengan nada yang bersemangat. Aku dan kedua temanku berjalan dari asrama menuju depan madrasah.
“ente aja yang ngomong yah nida.” Kata Mumun.
“eh jangan ana dong, ana malu nih.” Ucapku sambil melirik kearah Rianti.
“apa liat-liat ana ?” Rianti langsung protes saat aku melirik ke arahnya.
“udah ente aja nida yang ngomong. Engga usah malu kali.” Mumun mendukungku.
“oke deh oke.” Jawabku.
          Setelah delapan digit angka ku tekan, aku menunggu yang di sana untuk mengangkatnya.
“halo assalamu’alaikum maaf kak, saya mengganggu. Ini bener kak Ihya panitia lomba menulis KH.Noer Alie ?” salamku setelah nadanya tersambung.
“waalaikumsalam, iya bener saya Ihya.”
“emm maaf kak, saya annida, mau tanya tentang lomba menulis itu kak.” Tanyaku dengan gugup. Setelah kakak itu menjelaskan mengenai lomba tersebut, aku rasa sudah cukup lengkap. Maka aku mengakhiri perbincangan itu.
“oh gitu yah kak, sebelumnya saya mohon maaf jika mengganggu dan terimaksih banyak yah kak.” Ucapku dengan penuh hormat.
“oh iya neng, sama-sama, selamat menulis yah.” Kak Ihya sangat mendukungku untuk ikut lomba tersebut karena sejauh ini dia mengatakan bahwa pelajar masih minim yang mengikuti lomba.
“terimakasih kak, assamu’alaikum.” Salamku untuk mengakhiri dan dia menjawab salamku.
***
          Seperti itulah gambaran awal sekali aku mengenal suamiku. Dan bermula dari acara lomba tersebut yang mempertemukan aku dan suamiku hingga kami bersanding di plaminan. Setelah aku lulus dari pondok tercinta, aku mulai merangcang-rancang awal aku menulis. Tapi aku mendapatkan banyak kesulitan mulai dari, aku mempunya banyak tugas dari kampusku, kedua temanku Rianti sudah belajar ke Pare, Kediri, sedangkan Mumun kuliah di Ciputat. Bagaimana bisa aku menyelesaikan tulisan itu jika aku pun masih memiliki sedikit sekali bahan-bahan untuk aku tuangkan. Aku tidak percaya diri bila harus aku sendiri yang mengikutinya.
***
          Sebulan setelah itu, aku mendapat pesan, “assalamualaikum, neng nida bagaimana dengan tulisannya ? udah sampe dimana ?” seperti itulah pesan yang aku dapat dari Kak Ihya.
“waalaikum salam, maaf kaka saya engga jadi ikut lomba tersebut. Saya mohon maaf”. Jawabku
“yah kenapa neng ? kecewa deh saya.”
“kedua temen saya udah pada mencar kuliahnya, yang satu di Ciputat dan yang satu lagi kursus di Pare. Saya engga pede kalo harus ikut sendiri dan kebetulah bahan yang saya dapatkan baru sedikit.” Panjang lebar aku menjelaskan.
“saya bantu yah, gimana ?” tawaran tersebut tidak juga membuat aku tergiur karena jujur saja aku bener-bener tidak percaya diri bila harus ikut sendiri.
“maaf kaka bukan saya engga mau, tapi gimana yah kak, saya bener-bener engga pede.”
“yah udah deh, selamat beraktifitas aja yah neng, inget pengumpulan naskah masih 4 bulan lagi loh dan kamu masih bisa berubah fikiran.” Bujuk Kak Ihya penuh semangat. Namun aku hanya diam dan mengucap terimakasih.
          Begitu hebat dia memberi aku semangat untuk tetap ikut di lomba tersebut. Bahkan dia juga memberi tahu aku hadiahnya yang sangat menggiurkan. Tapi entah mengapa aku tetap saja bergeming ditempat dan selalu mengatakan bahwa aku tidak percaya diri bila harus ikut seorang diri.
          Tetapi  lambat laun perbincangan kami tidak hanya berpusat kepada lombat tersebut. Aku mulai banyak bertanya tentang apa saja kepada dia mulai dari, tentang umum ataupun tentang seputar hukum-hukum Agama Islam serta ajarannya. Pernah suatu ketika, karena kebetulan aku kuliah tidak hanya bersama orang yang seagama denganku. Ada satu pertanyaan yang aku ajukan terhadap dia. Aku bertanya melalui pesan yang aku kirim, lalu lima menit kemudian aku mendapat balasannya.
“pertanyaan kamu membutuhkan jawaban yang panjang dan kudu jelas masalahnya ini berkaitan dengan agama.” Seperti itulah pesan yang aku baca.
“emmm bagaimana kalo kaka kirim jawaban kaka melalui email saja ?”
“kalo kita ketemuan aja gimana deh ? untuk membahas pertanyaan yang kamu ajukan, bersedia ?” tawaran yang bikin aku menjadi galau *ala anak muda zaman sekarang.
“yaudah deh, boleh.” Aku menjawab seadanya.
***

PERTEMUAN ITU

            Aku masih saja mematung di depan cermin, melihat siapa diriku.  Aku memang bukan gadis cantik yang selalu bisa diimpikan banyak orang. Tapi perlu diingat bahwa aku selalu bersyukur karena Tuhan menyempurnakan organku untuk mampu melihat, mendengar, dan berbicara. Sebenarnya itulah yang patut aku syukuri karena masih banyak orang yang terlahir tanpa bisa mendengar, melihat, ataupun berbicara. Mungkin aku juga masih dibilang gadis yang beruntung karena Tuhan masih memberiku kemampuan untuk melanjutkan ke Universitas yang tidak semua orang bisa merasakannya. Aku bersyukur karena aku tau janji Tuhan “barangsiapa yang bersyukur niscaya aku akan menambahnya”. Dan aku yakin, dengan bersyukur membuat aku tidak boleh cepat merasa puas dan tidak pula cepat putus asa. Aku membetulkan jilbabku dan tersenyum.
“gendut, lo lama banget si ?” ucap temanku
“iya sebentar-sebentar” Ucapku dengan masih tersenyum di depan cermin
“lama banget yah dandanya mentang mentang mau ketemu emmmm”. Temanku meledek ku dengan menjerengkan matanya
“apaan si lo, cut” Kataku masih dengan senyum yang menyungging di bibirku
          Setelah cut mengantarkanku ke sebuah Mal di daerah Bekasi, dia kembali pulang. Dia memang teman yang baik sekali. Aku berjalan memasuki Mal dengan sedikit males karena jujur saja aku tidak terlalu suka pergi ke Mal. Tapi aku terus berjalan dan Aku mencari-cari sosok yang ingin ku jumpai sore itu.
“oh ini kamu yang namanya nida ?” awal sapa berjumpa.
“iya ini saya kak ihya.” Jawabku agak sedikit malu.
“sebelum saya menjawab pertanyaan kamu, saya mau tanya sekali lagi tentang lomba itu, kamu masih mau ikut ?”
“engga kak.” Singkat aku menjawab. Mulailah dia menjelaskan semua pertanyaan-pertanyaanku. Aku diam mendengarkan. Tidak banyak kata yang aku keluarkan. Cukup aku mendengarkan. Setelah panjang lebar dia menjelaskan, kami sedikit-sedikit bercerita.
“oh iya gimana hubungan kamu dengan dia ?” tanyanya sambil tersenyum menggoda.
“ah saya diduain kak.” Aku sedikit males untuk membahas-bahas masalah itu lagi dan sepertinya engga perlu lagi dibahas. Dia pasang raut wajah yang kaget. Tapi aku tetap mencoba tersenyum.
“eemmm kalo begitu sekarang kamu free dong ?” tanya dia dengan senyum yang sulit aku tebak. Tidak mengira sebelumnya jika dia bertanya seperti itu.
“bisa dibilang seperti itu kak.” Aku bingung musti jawab apa.
“oke saya sudah paham sekarang.” Kata-katanya semakin membuat saya semakin bingung.
***


EXPRESSION OF THE HEARTS

          setelah 3 hari pertemuan itu, kami berdua memang tetap berkomunikasi melalui handphone. Tapi unik, dia mengutarakan “expression of the hearts” nya melalui bundaku. Dia bilang bahwa he likes me. bukan hanya itu tapi dia bilang bahwa he wanted with me seriously. Aku kaget bukan main. Jika berbahasa kasarnya, aku ini masih anak bau kencur, mengapa dia ingin serius denganku. Jelas saja aku tidak percaya. Hatiku masih bertanya-tanya dan kemudian aku abaikan. Aku fikir mungkin dia bercanda atau sekedar membuat aku yang anak bau kencur ini kepedean. Aku sempat berfikir seperti itu.
“aku tidak percaya bun.” Protesku
“bener ade, kak ihya nelvon bunda dan dia bilang bahwa dia menyukai kamu.” Bundaku menjelaskan
“iya suka doang bun, dan aku rasa itu wajar.” Aku masih keukeuh tak percaya
“tapi dia bilang sama bunda bahwa dia ingin serius sama kamu.”
“bunda, tapi kak ihya itu engga bilang apa-apa sama aku.”
***
          Seperti itulah aku tau bahwa dia ingin serius denganku. Aku tidak pernah berfikir untuk itu apalagi menjurus yang lebih serius. Sungguh diluar dugaanku.
“saya mau serius sama kamu.” Ucap dia padaku
“kenapa kaka memilih saya ? saya engga bisa apa-apa.”
“karena saya mencari yang muda, yang berkarya.” Mantab sekali dia menjawab. Dan aku masih terdiam cukup lama. Tapi dia melanjutkan,
“saya inget pesan kyai nur, kalo mau cari istri itu yang muda karena pertumbuhan biologis seorang wanita itu lebih cepat ketimbang laki-laki dan saya engga mau nantinya istri saya lebih tua dari saya meskipun umurnya tetap tuaan.” Jelas dia dengan sangat percaya diri
“tapi pengalaman saya masih sedikit kak, saya belum bisa apa-apa dan saya masih terlalu muda untuk kaka.” Aku masih saja mengelak
“segala sesuatu itu butuh proses neng, yang penting saya nyaman sama kamu dan wajah kamu itu engga ngebosenin.” Dia tersenyum kearahku dan aku tetap saja menunduk
“tapi saya bukan gadis sempurna. Saya memiliki banyak kekurangan. Saya merasa engga cocok dengan kaka.” Ungkapku
“kamu inget kemaren kamu bilang ke saya bahwa didunia ini engga ada yang sempurna dan kamu pernah bilang jika di dunia ini semua sama maka tidak akan ada warnanya ?” ucap dia dengan mengingatkan perkataan aku yang kemaren
“yah saya mengerti.” Aku diem seribu bahasa. Padahal di ujung lidah masih banyak sekali pertanyaan yang ingin aku lontarkan namun terasa keluh.
***
          Aku tak hentinya terus berdo’a dan aku terus meminta petunjuk. Aku tidak boleh menyerah. Tuhan itu selalu ada untuk hambanya dan hanya kepada tuhan kita memohon. Rasa kekeliruan setiap manusia itu wajar dan itu sebagai tanda bahwa tanpa pertolongan-NYA, kita tak berarti apa-apa. Seperti lirik lagu erry band – mata hati “kala manusia tak lagi kuasa bagai sebutir debu yang tak berdaya”. Seperti itulah gambaran manusia dimata tuhan yang sangat kecil.
***


PENDAPAT AYAH

          Ba’da isya adalah waktunya aku, bunda, ayah, dan kakakku berkumpul. Setelah makan malam, kami semua berkumpul di depan tivi. Bundaku memulai percakapan. Aku rasa hawa-hawa dirumah malam itu terasa bagai ada setitik gerimis yang membahasahi tubuhku, namun entahlah bagaimana aku melukiskannya.

“yah, ulum (panggilan akrab suamiku) mau serius sama ade, dia mau ngelamar ade.” Ucap bunda memulai percakapan malam itu. Namun ayahku terdiam cukup lama.
“dalam cerita ayah itu, ayah berfikiran bahwa ade itu kuliah sampe selesai lalu kerja dan kemudian menikah.” Ayah menjelaskan, kami semua terdiam lalu ayah melanjutkan,
“dan ayah berfikir, kakak dulu yang menikah baru ade tapi apa boleh buat mungkin memang jodoh ade cepat dan jodoh itu kan tuhan yang ngatur.” Ayah menunjuk ke arahku. Aku terdiam dan menunduk. Lagi-lagi ayah melanjutkan,
“sekarang ayah mau Tanya ke kakak, emang kaka mau ikhlas di longkap adenya ?” pertanyaan ayah sedikit membuat aku iba kepada kakakku
“kakak sih terserah ade soalnya kan ade yang nantinya bakal ngejalani dan Cuma satu pesen kaka, gimana pun caranya ade engga boleh putus kuliah meski udah menikah.” Tulus sekali kakakku mengontrol pendidikanku. Hal ini yang selalu aku banggakan dari kakakku, dia kakak terhebat yang pernah aku temui, hanya satu-satunya dan tak ada duanya.
“kakak udah ngizinin ade menikah duluan, tapi gimana dengan ade, udah siap belom ?” Tanya bundaku. Lagi-lagi aku hanya terdiam.
“insya allah ade siap bun, bismillah aja.” Ucapku akhirnya

          Tapi jujur saja aku melihat ada setitik air di kelopak mata ayahku. Mungkin ayah sedih, terharu atau gimana mendengar anak bontotnya ingin dilamar. Dulu waktu aku masih menjadi santri ayah selalu berkata, “ade kapan lulus yah, ayah udah kangen kepengen ade dirumah.”
         
          Jodoh, rezeki, maut itu semua Tuhan yang ngatur. Kita sebagai manusia tidak pernah tau kapan semua itu terjadi. Hanya sepenggal doa yang aku iringi untuk terus melangkah karena aku berfikir, manusia boleh berencana tapi Tuhan semua yang menentukan. Berusaha, doa dan ikhtiar. Ayahku bilang, “meski ayah Cuma seorang pegawai biasa tapi ayah engga akan pernah lelah bekerja untuk membahagiakan anak-anak ayah, kalian itu titipan yang harus dijaga. Tapi kamu harus ingat, jangan lupa untuk selalu berdoa. Kehidupan itu harus diperjuangkan dengan keikhlasan serta ketulusan hati.” Itu pesan ayahku.

          Ayahku adalah sosok yang tidak banyak bicara tapi selalu berusaha untuk ada setiap anak-anaknya membutuhkannya dan selalu berusaha memenuhi keinginan anak-anaknya meski harus banting tulang dan menguras keringat. Beliau adalah ayah terhebat sepanjang masa. Aku mencintai ayah. Sungguh sangat. Meski sudah tua tapi semangat ayah masih membara dan akan terus membara. Sekali lagi aku katakan bahwa aku sangat mencintai ayahku. Ayahku adalah ayah terhebat didunia.

“ayah pesen, sekarang ade banyakin doa biar semua dimudahkan dan dilancarin yah.” Tangan ayah mengusap kepalaku. Jujur saja, aku menahan air mataku. Mungkin ayah masih tidak percaya bila anak bontotnya sebentar lagi dilamar.

***

LIFE IS NEVER FLAT

Life is never flat itu biasa. Memang hukum yang mutlak dan semua orang pasti menyetujuinya. Tapi tergantung bagaimana kita menyikapinya. Perbedaan itupun adalah rahmatillah (kasih sayang Tuhan). Perbedaan warna kulit, perbedaan suku, perbedaan prinsip itu wajar dan itu indah karena jika semua sama maka tidak ada warnanya kehidupan ini, terasa datar saja. Semua didunia ini engga ada yang sempurna semuanya memiliki kekurangan. Melengkapi satu sama lain itulah tugas kita. Seperti lagu bekisar merah “tiada yang salah dengan perbedaan dan segala yang kita punya, yang salah hanyalah sudut pandang kita yang membuat kita terpisah. Karena tak seharusnya perbedaan menjadi buai bukankah kita di ciptakan untuk dapat saling melengkapi mengapa ini yang terjadi”.
Malam itu, masih teringat jelas di memoryku. Aku sedang duduk di kursi. Tiba-tiba kakakku memanggilku. Memang belakangan ini kakak ku agak sedikit sinis menjelang lamaran itu. Aku jadi kaku.
“kenapa kak ?” Tanya ku setelah aku berjalan ke arahnya
“emang elo udah siap nikah ? umur lo masih muda.” Pertanyaan kakak jelas membuat aku kaget bukan main
“kenapa tiba-tiba kaka nanya gitu ?” aku balik bertanya
“jawab dulu pertanyaan gw de.”
“iya kaka insya allah gw siap.”
“bener ? jangan ragu-ragu lo, perjalanan lo itu masih panjang. Lo masih mempunyai banyak kesempatan untuk berkarya terus bisa menjamin engga kalo lo tetep kuliah nanti.”  Tatapan mata sang kakak tepat mengenai hatiku. Tatapan tajam itu membuat darah aku seperti terhenti seketika. Seperti itulah gambarannya. Aku agak sedikit goyah bak perahu yang mulai goyang terbawa ombak. Jujur saja, aku setuju dengan pendapat kakak tapi menolak lamaran juga bukan jalan yang baik. Aku terdiam dan aku meninggalkan kakak di teras. Aku ke kamar dan menangis sejadi-jadinya. Tapi aku engga boleh putus asa. Jangan jadikan perkataan yang menyakitkan itu sebagai alasan kita untuk berhenti melangkah”. aku terus berfikir, mengapa kakak setega itu denganku. Awalnya dia sangat mendukungku dan mengizinkan aku menikah duluan tapi kenapa tiba-tiba dia seperti itu. Faktor apa yang membuat dia berkata seperti itu, perkataannya tepat melukai hatiku. Tepat sasaran sekali.
***
“kak, ade mau bicara.” Ucapku terbata-bata saat melihat kakakku sedang santai di teras
“kenapa ?” jawab dia sambil menggunting kukunya
“gw siap kok kak dan insya allah gw akan tetep kuliah dan tetap berkarya.”
“sebenernya gw mah de terserah elo dan gw tetep dukung lo kok tapi gw Cuma takut lo jadi males kuliah, kan sayang kalo Cuma lulusan aliyah doang.”
“iya gw tau.”
“lo itu harus inget perjuangan ayah yang engga pengen anak-anaknya Cuma jadi lulusan SMA kaya ayah. Meskipun ayah Cuma lulusan SMA tapi ayah tuh engga pengen kita ngikutin jejak beliau.” Penjelasan kakak ku jadi membuat aku semakin sedih
“iya iya kak, kak ulum juga bilang gitu sama gw “kamu harus tetap kuliah karena kamu kudu sukses neng” itu harapan kak ulum, kak.”
“yaudah sekarang kita semua dukung, tinggal diri lo nya aja gimana. Lo harus pinter-pinter bagi waktu. Biasain dari sekarang.” Pesan kakak sungguh indah bagai mutiara
Aku jadi teringat, kata-kata guruku dulu waktu masih mondok Ustad. Mukhtar bilang, “bapaknya insinyur kemudian anaknya jadi insinyur juga itu udah biasa menurut saya tapi kalo bapaknya Cuma tukang becak terus anaknya jadi sarjana itu yang luar biasa menurut saya”.
          Biar agak sedikit galak tapi kakak ada kalanya selalu bener. Cara dia mendidik adiknya memang kasar tapi itu bukti bahwa dia tidak ingin adiknya lemah dan biar selalu semangat menjalani kehidupan ini. Dan aku fikir, ini adalah bumbu kehidupan. Ada kalanya kita musti sadar bahwa hidup itu tidak selamanya berjalan mulus. Selalu ada rintangannya. Ada pepatah mengatakan bahwa “life is like a roller coaster. It has its ups and downs. But it’s your choice to scream or enjoy the ride”.  
           
***
 
THEY ASK

           Aku memarkir motorku di samping kampus. Ketika aku memasuki kelas, ternyata sudah banyak temanku yang datang. Aku duduk disamping temanku yang bernama sheren. Hampir satu jam kami semua menunggu dosen mengisi materi kuliah pada pagi ini. Namun ternyata dosennya tidak bisa hadir karena ada halangan.
“eh seren, gw mau cerita deh sama lo.” Ucapku saat kita berdua sedang makan siang di kantin
“cerita apaan lo ?” tanya sheren
“gw mau dilamar nih.”
“hah ? dilamar ? lamar apa nih, lamar buat nikah gitu ?”
“iyaa.”
“ah bohong mulu lo sama gw, terus terus dia gimana itu ?” lirikkan matanya menggoda aku sekali
“dia siapa si maksudnya.” Aku balik bertanya
“itu tuh sii itu haha.” Tawa kita seketika meledak bersama. Setelah makanan yang kami pesan sudah datang, aku dan dia kembali bercerita.
“jadi gimana awalnya kok tiba-tiba lo langsung bilang mau nikah gitu sii ? pacaran juga lo kayaknya engga kan sama calon lo nanti.” Lanjut dia
“setelah gw lepas dari dia, gw selalu yakin kalo Tuhan sedang menyiapkan seseorang yang terbaik buat gw, cepat ataupun lambat. gw yakin Tuhan memberikan apa yang kita butuhkan bukan apa yang kita inginkan, bener kan ?” ceritaku
“iya gw ngerti kalo masalah itu, tapi apakah secepat itu ? umur kita masih belasan loh nid.” Tanya sheren
“calon gw umurnya beda 10tahun sama gw, dimana gw bisa ngambil kesimpulan bahwa beliau bisa membimbing gw, melindungi gw, bagi gw engga penting harta atau kedudukan tapi yang gw penting  adalah agama beliau yang bisa nuntun gw kejalan syurga.”
“ya itu menurut versi lo, tapi sekarang gw mau tau kenapa lo langsung mau gitu diajak nikah ?” sheren masih penasaran rupanya
“jodoh Tuhan yang ngatur, nikah itu ibadah, kadang gw berfikir, ada baiknya juga nikah muda.” Jawabku
“apa baiknya menurut lo ?” Tanyanya
“diusia muda gw, gw udah jalan sama orang yang halal buat gw. Udah engga ada fitnah lagi jika gw jalan berdua dengan beliau.” Kirikan mataku tertuju pada foto dia yang menjadi wallpaper handphoneku
“ah elo bisa aja tapi iya bener sih jadi enak gitu yah udah nyaman seratus persen.” Kata sheren
“hehe iyaa, dan jodoh itu di tangan Tuhan. Apa yang sekarang Tuhan beri maka patut kita syukuri karena hidup itu karunia terindah.”
“iya sih gw juga berfikir sepeti itu, mau cepet atau lambat pasti semua orang merasakannya.”
“kalo dalam agama gw, ada sebuah hadist mengatakan bahwa seorang perempuan yang menikah itu berarti satu kakinya sudah berada di syurga dan tinggal kaki yang satunya lagi.” Jelasku
“oh gitu yah, tapi lo tetep kuliah kan ?”
“iya gw tetep kuliah kok dan doain aja semoga semua lancar tanpa hambatan.” Pintaku pada teman kuliahku
“amin amin.” Percakapan kami cukup sampai disitu. Aku jelaskan juga pada sheren yang berbeda agama denganku tapi dia sangat menghormati aku, bahwa menikah itu sunnah Nabi.
***
          Tidak hanya satu atau dua orang temanku yang mengatakan bahwa aku masih terlalu muda untuk menikah. Namun aku katakan bahwa semua Tuhan yang ngatur. Aku selalu bilang kepada mereka, “jika dia bisa nerima semua kekuranganku maka dia sempurna untukku dan jika dia mempunyai niat baik untuk meminangku maka biarkan aku beristikhoroh”. Seperti itulah kata-kata yang aku ungkapkan. Pro dan kontra pasti ada dan menurutku itu wajar karena setiap manusia mempunyai jalan pemikiran yang berbeda. Bagiku jika semua orang didunia ini mempunyai keinginan yang sama maka tidak akan ada warnanya. Perbedaan adalah rahmat dan menurutku justru kita belajar banyak dari sebuah perbedaan.
“kamu udah istikhoroh belum ?” tanya temanku
“dari awal semenjak dia mengutarakan niat baiknya untuk melamarku, aku selalu berdoa dan memohon. Aku engga pernah lelah dan aku tidak boleh lelah.” Sebuah senyum aku berikan kepada temanku yang bertanya seperti itu
“iya bener, Tuhan lebih tau mana yang baik untuk hambanya dan mana yang tidak baik, ambil hikmah dari sebuah perjalanan ini.”
“ini adalah kejadian yang sakral dimana menurutku sebuah pernikahan adalah sekali seumur hidup dan satu untuk selamanya dan aku akan selalu mengikut sertakan Tuhan dalam setiap untaian doaku.” Ucapku. Temanku tersenyum sambil memelukku dan berkata “mabruk, alfu mabruk yaa shohibati”. Tak sadar airmataku mengalir bahagia.
***
 
WONDERFUL CONVERSATION

          Pagi itu udara terlihat cerah. Tapi sayang, aku tidak terlalu menyukai pemandangan di pagi hari. Aku lebih menyukai pemandangan di malam hari, begitu memberiku berbagai inspirasi. Tiba-tiba handphoneku bergetar.
“halo assalamu’alaikum.” Ucapku
“waalaikum salam warahmatullahi wabaarakatu.” Jawab orang disana. Aku mengenal sekali itu suara siapa
“ada apa kakak ?” dengan sangat pedenya aku langsung memanggil kakak
“ini bener nida kan ?” tanya orang disebrang sana
“iya bener ini nida, ini kaka ulum kan ?” tanyaku
“oh bukan ini bukan kak ulum.”
“terus siapa ? ah bohong, ini kak ulum kan ?” aku masih saja mengotot
“bukan neng bukan salah lagi hahaha.” Tawanya lepas bebas. Ternyata dia ingin ngerjain aku. Aku tersenyum lepas. Tetapi tidak lama kemudian, aku bicara.
“kakak dengerin deh lagu ini.” Aku menyetel lagu-lagunya Chrisye untuk dia dengar. Setelah lagu-lagu Chrisye aku putar, aku berkata,
“nah atau lagu ini kak, enak banget.” Aku memutar lagunya Ebiet G Ade
“atau ini kak lagunya aduhai sekali.” Kemudian aku memutar lagunya Vina Panduwinata. Aku yakin, pasti dia disana hanya bisa menggelengkan kepalanya mengikuti tingkah nakalku. 


“kamu suka lagu-lagunya Chrisye ?” nadanya bertanya seperti orang keheranan
“saya mah lebih suka lagu 80an kak.” Jelasku
“emmm lagunya Ebiet dan Vina kamu juga suka ?”
“iyaa hehehe.”
“ada ya orang kaya kamu, umur muda, jiwa muda, tapi sukanya lagu-lagu jaman dulu.” Ucapnya
“waktu saya masih TK tuh, ayah saya kalo beres-beres rumah sambil dengerin lagunya Ebiet kak. Makanya sampe sekarang saya suka banget.” Aku tersenyum lebar
“oh gitu yah, kalo Chrisye dan Vina kenapa ?” tanyanya lagi
“itu lagu-lagu bunda saya yang sering di nyanyiin kalo lagi nyuci piring kak hehehe.” Candanku ternyata mampu membuat dia tertawa lepas
“lucu juga yah, jadi karena itu kamu lebih suka lagu-lagu jaman dulu gitu ?” kelihatannya dia masih penasaran sekali dan terus bertanya
“selain itu, aku suka karena liriknya itu penuh makna dan berkarakter kak apalagi kalo di pahami setiap katanya hehehe.”
“wah wah wah hebat kamu yah kecil-kecil. Saya aja baru denger nih dari anak seusia kamu yang suka lagu-lagu jamannya kakek-nenek.”
“iya kaka, kakak saya aja suka aneh kalo denger saya lagi muterin lagu-lagunya mereka.” Ucapku
“pasti lah orang aneh, biasanya tuh anak seusia kamu lebih suka lagu-lagu cinta zaman sekarang.”
“hehehe.” Aku hanya tertawa
***

          Memang setiap aku dan dia bercakap-cakap melalui telvon lebih senang membahas tentang kesukaan masing-masing dan dengan begitu kita menjadi tahu bagaimana karakter masing-masing. Aku yang tidak terlalu suka pergi ketempat yang ramai seperti pasar ataupun Mal membuat dia benar-benar heran. Karena dia sendiri lebih suka berada ditempat yang ramai oleh pengunjung seperti Mal. Dalam hal tersebut kita tidak pernah mempermasalahkannya karena ini adalah sebuah warna. Berbicara tentang warna, aku baru ingat dulu awal sekali aku bertemu dia, dia berkata kepadaku,
“kita boleh memberi warna hidup kita kepada orang lain tapi jangan sampai orang lain mewarnai kehidupan kita, itu neng pesen Kyai.”
          Banyak sekali pelajaran yang aku dapat dari dia. Aku selalu bersyukur. Tak hentinya aku berterima kasih kepada Tuhan yang telah mempertemukan aku dengan dia, di pertemuan yang baik dan mulia. Ini menjadi awal yang berkesan untuk hidupku. Ini menjadi awal yang indah untuk hidupku. Entah dengan apa lagi aku menunjukkan rasa syukurku yang sangat dalam. “ini adalah KARUNIA terindah yang diberikan Tuhan untuk aku dan hidupku”.
***
 
HAPPY DAY

          Hari ini adalah hari sabtu, tepat tanggal 11 FEBRUARI 2012. Aku tidak mampu untuk berkata-kata karena hari ini adalah hari bahagiaku juga hari bahagia untuk dirinya. Pagi itu, dia datang untuk melamarku. Hal yang paling dinanti oleh setiap wanita adalah waktu dimana ada seorang pria yang ingin mengutarakan keseriusannya untuk menjalin mahligai rumah tangga. Aku berasa seperti mimpi. Yah aku seperti bermimpi. Bagaimana tidak di umurku yang 19 ini aku sudah lebih dulu merasakan hari yang istimewa. Di tengah perjalanannya, dia mengirim pesan untukku. Pesan yang membuat aku seperti ada di musim semi.
“i love you myqueen.” Pesan itulah yang aku terima. Pesan yang sederhana tapi mampu membuat senyum di bibirku selalu mengembang. “i love you too” balasku lirih tapi di dalam hati.
***
          Aku tak bisa banyak bercerita mengenai hari lamaran itu. Aku sungguh bahagia. Dan aku akan selamanya bahagia mengingat hari itu. Setelah hari lamaran itu berlalu. Yang aku lakukan adalah menjaga kesehatan aku agar tetap vit dihari pernikahan nanti. Karena akhir-akhir ini cuacanya selalu hujan. Yang bisa menyebabkan pilek, batuk dan pusing. Dan juga kebetulan aku hampir selalu kehujanan jika pulang dari kampus. Sebisa mungkin aku selalu menjaga kesehatanku. Dan hingga menjelang hari pernikahanpun aku tak pernah lelah terus memohon kepada yang kuasa. Kala raga dan jiwa tak mampu untuk bergerak namun hati nurani tak pernah henti mengadu pada sang illahi.
          Tuhan, jadikan kami hamba yang selalu ta’at kepadamu, ridhoi hubungan kami hingga maut memisahkan kami. Ridhoi semua niat dan langkah kami. Tuhan, hanya kepada-Mu kami semua berserah diri. Amin
          Do’a yang tak pernah lupa aku panjatkan adalah “rabbana hablanaa min azwadzinaa wa dhuriatina qurata a’yun wajal’naa lilmutaqina imama.” Doa untuk diberi pasangan yang bisa menjadi imam yang baik. Amin
***

SPECIAL GIFT FOR MY HUSBAND

          Kesimpulannya, awal aku mengenal sosok suamiku di acara lomba menulis KH. Noer Alie Pahlawan Nasional Asal Bekasi. Setelah sekian lama berkomunikasi sederhana, timbullah rasa kasih dan sayang. Aku membiarkannya seiring waktu berjalan. Tanpa henti aku selalu berdoa dan berdoa supaya diberi petunjuk, “Tuhan, jika dia memang yang terbaik untukku maka dekatkanlah hatinya dan dirinya denganku, jika dia bukan yang terbaik untukku maka damaikanlah hatiku dengan ketentuan-Mu”.
          Dengan dukungan dari bunda, ayah, kakak, dan sanak keluarga serta teman-temanku, aku mengucap Bismillah. Ini awal aku menempuh hidup baru. Seperti lirik lagu Nuke “lupakan cerita kelabu kita susun lagi langkah baru”. Aku seperti mimpi bersanding dengan suamiku. Pria hebat yang pernah aku jumpai. Pria yang ingin menghabiskan sisa hidupnya bersamaku. Pria yang akan menjadi imam untukku dan keluargaku. Pria yang akan menjadi seorang ayah untuk anak-anakku. Pria yang akan menjadi penuntun aku serta anak-anak menuju kebahagiaan dunia dan akhirat. Terimakasih Tuhan.
          Ini adalah karunia terindah yang diberikan oleh Tuhan untukku. Dan tak lupa aku ingin mengucap banyak terima kasih kepada Kakanda Annisa yang rela dan ikhlas aku langkahin. Yang tetap tersenyum meski aku duluan yang menempuh hidup baru. Senyummu kanda akan selalu terlukis dalam hatiku. kerendahan hatimu menjadi jembatan untuk kebahagiaanku. Jika dulu kakakku ingat bahwa teman kecilnya yang benama Edi pernah bilang “hati-hati lo dilangkahin ade lo”, dan terimakasih karena ucapan itu menjadi doa. Doa yang terkabul dan semoga menjadi doa yang selalu membawa keberkahan. Masih ingat aku meski ucapan itu terbilang 4 tahun silam. Juga untuk bundaku yang tak pernah bosan mendengarkan keluh kesahku dan semua ceritaku. Bunda, you’re my everything.
          Mungkin proses antara aku dan suamiku termasuk dalam bilangan yang cepat. Akhir November aku bertemu suamiku kemudian 3 hari setelah bertemu, suamiku mengutarkan ketertarikan dan kenyamanannya saat bertemu denganku kepada bundaku. Awal Februari suamiku melamarku hingga bulan Maret langsung mengadakan akad nikah sekaligus resepsi. Hanya berjalan 2 bulan aku mengenal lebih dekat dengan suamiku atau dalam islam disebut ta’aruf.
          Back to special gift for my husband. Aku sangat mencintaimu, myhusband. Kado sederhana yang indah dariku untukmu adalah sebuah buku yang sederhana ini yang dimana aku menceritakan tentang kisah kita kepada semua orang yang hadir di acara pernikahan kita sebagai sebuah souvenir. Aku hanya bisa memberikan ini, aku berusaha menyempatkan diri untuk menulis kisah kita ditengah aktivitas kuliahku dan ditengah aktivitas aku yang lainnya, aku hanya bisa mempersembahkan ini sebagai kado ULANGTAHUN untukmu, dan juga untuk kado PERNIKAHAN kita. Tepat tanggal 3 Maret 2012 adalah hari ULANGTAHUN suamiku yang ke 29 dan dihari ini pula acara PERNIKAHAN aku dan suamiku diadakan. “Selamat ulang tahun my husband semoga di umurmu yang ke 29 ini menjadi awal yang penuh berkah untuk selamanya amin. Aku, aku sangat mencintaimu, suamiku.” Tak terasa airmataku mengalir bahagia.
“Pada suatu hari Aristoteles bertanya kepada gurunya, apa cinta sejati itu ? Lalu gurunyapun menjawab, “berjalanlah lurus di taman bungan yang luas kemudian petiklah satu bunga yang terindah menurutmu dan jangan pernah berbalik ke belakang.” Kemudian diapun melakukannya, tapi dia kembali dengan tangan hampa, gurunya pun bertanya, ‘mana bungannya?’, Dia menjawab, “saya tidak bisa mendapatkannya namun sebenarnya saya telah menemukannya. Tapi saya berfikir di depan saya masih ada yang lebih bagus dan lebih baik lagi, tetapi ketika saya sampai di ujung taman, saya baru sadar bahwa yang saya temui pertama tadi itulah yang terbaik. Tapi saya tidak bisa kembali ke belakang lagi, karena sudah ada yang mengambilnya”. Gurunya pun berkata, “seperti itulah cinta sejati, semakin kamu mencari yang terbaik maka kamu tak akan pernah menemukannya”. Jangan pernah menyia-nyiakan cinta seseorang yang tumbuh di hatimu saat ini karena waktu tak akan pernah kembali.
          Sederhana saja, dengan mengucap kata, “hadza min fadhli rabbi, ini adalah karunia terindah dari Tuhan” suamiku menggandeng erat tanganku untuk menuju masa depan yang bahagia.
Thank you for your attendance at our event.  Your prayers are very valuable to us.
Salam NU “Nida dan Ulum”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar